Senin, 10 Juni 2013

Antara Percaya Diri dan Tahu Diri

Untuk cara order dan pricelist, silahkan klik disini  

Produk-produk desain kami (klik di nama produk): Logo | Brosur | Company Profile | Cover buku | Stationary | Kemasan Produk | Tshirt | Banner | Poster | Kalender dinding | Map.    

Baca juga : Tentang Kami | Keunggulan Kami | Testimoni & Klien Kami | Kontak Kami | Tips-tips, Artikel, & Konsultasi Desain | Cara Order dan Pricelist | On Progress Project 
_____________________________________________________________________________


Penulis : Admin

"Dalam hidup ini, ada 2 kitab yang harus dikuasai : Percaya Diri dan Tahu Diri".

Perhelatan akbar Pemilu 2014 sudah mulai digelar. Akan ada sekitar 300rb caleg yang memprebutkan sekitar 25 ribu kursi se-Indonesia. Sebagian mengikuti "kompetisi" ini dengan niat tulus memperbaiki bangsa, namun tidak dipungkiri ada sebagian lainnya yang memiliki "niat-niat lain".


Hal yang jelas, dari porsi yang sangat timpang tersebut, akan ada sekitar 275ribu orang yang "gagal". Tinggal sekarang, apakah para kontestan tersebut menguasai 2 kitab tersebut: percaya diri dan tahu diri. Percaya diri bicara keyakinan, sedangkan "tahu diri" bicara tentang hitung-hitungan realistis.

Sayangnya, momen-momen seperti ini banyak menghasilkan Pemimpin tanpa huruf "N" -> baca : "pemimpi". Banyak yang tidak bisa mengukur diri dan  partainya dan memiliki "mimpi yang menjulang tinggi". Maka wajarlah ketika jumlah orang stres dan penghutang bertambah pasca momen ini.

Dalam bisnis juga begitu analoginya. Keyakinan kita akan sebuah bisnis harus  dibarengi hitung-hitungan realistis. Dibalik percaya diri kita yang berlebihan akan bisnis dan prospek bisnis, kita sendiri harus "tahu diri", mengukur seberapa besar kemampuan dan daya jelajah bisnis kita.

Hitung-hitungan realistis ini bukan untuk menjatuhkan mental kita yang sedang bersemangat tinggi membangun sebuah impian, tetapi justru menyelematkan kita dari kejatuhan mental yang lebih parah, jika dunia realita bicara tak seindah idealita. Kita yang "dibekali" semangat sukses kadang tak dibekali semangat untuk juga siap dengan kondisi-kondisi tak terduga yang sangat mungkin terjadi.

Sudah menjadi rahasia umum, ketika memulai usaha, kita selalu menghitung dengan hitung-hitungan "sederhana": Jika ini terjual sekian, modalnya sekian, untungnya sekian, kali sekian hari, maka dalam sekian bulan sudah BEP. Ini benar untuk asumsi awal namun dunia riil mengajarkan ada banyak hal realistis yang akan terjadi.


Mari kita masuk contoh yang lebih riil. Misalnya ketika kita memiliki produk terbaik untuk dijual. Produk ini bahkan secara konten jauh lebih unggul dari kompetitor-kompetitornya yang jauh lebih branded. Tetapi kita tak mengukur diri, bagaimana cara kita memasarkan produk tersebut.

Kita melakukan "klaim-klaim", bahwa orang pasti suka dengan produk kita. Padahal "life is not that simple". Sedangkan marketing tools kita saja tak berkonsep, sekedar ada dan di desain dengan "sembarangan". Kita sangat mengagungkan potensi produk kita sampai-sampai menomorduakan "cara membahasakan dan mempromosikannya".

Kita selalu berpegang pada pendapat bahwa "produk yang bagus bisa menjual dirinya sendiri". kalau produk bagus, lama-lama juga orang tahu dan akan berbondong-bondong membeli.... Kelihatannya bener sih, tapi nggak semudah itu ternyata ya...

Dunia ini adalah dunia persepsi. Betapa pun bagus konten produk kita kalau persepsi orang lain tak seperti itu, akhirnya ya tidak bagus juga persepsinya. Itulah kenapa brand-brand besar misalnya berlomba-lomba mengelola proses marketing dan brandingnya secara serius. Sebab pertarungan itu aslinya ada di pikiran dan hati konsumen.

Sekarang, bagaimana mungkin kita bisa memenangkan pertarungan persaingan tersebut jika misalnya, seluruh marketing tools kita "tak bisa bicara". Marketing tools kita hanya bisa bicara, ya kalau kita bicara. Padahal adanya marketing tools itu kan untuk "membantu kita bicara" soal produk kita. Bahkan yang lebih hebat lagi, seharusnya marketing itu didesain agar bisa "bicara sendiri".

Maka dari itu, mulailah serius menggarap marketing tools kita, media promosi kita. Jangan sayang mengeluarkan budget untuk itu. Jangan hanya membudgetkan untuk produksi. Setidaknya budgetkan 15%-20% untuk seluruh aktivitas marketing/promosi.

Kita semua harus ingat, betapa pun bagus produk kita, ada produk lain yang juga bagus, bahkan ada yang lebih bagus. Kalau marketing dan promosi mereka lebih bagus, maka habislah kita. Dalam dunia riil, bahkan ada produk "sampah dan racun", tetapi karena di kemas dengan baik marketing dan promosinya, banyak konsumen membeli dan tertipu dengan value yang ditawarkannya.

Dunia sekarang adalah dunia persepsi. Maka mulailah menyesuaikan diri dengan hal tersebut dan melakukan hal-hal detil dan teknis untuk memenangkan persepsi tersebut. Agar kita tak hanya memegang kitab "percaya diri" tapi juga "tahu diri"...
--

Simple Studio Online
www.desainonlinessi.com
Solusi Desain Berkualitas untuk Bisnis Anda
Gedung Utaka 87, Lantai 3, Ruang 306
Jl. Utan Kayu Raya No. 87
Jakarta Timur 13120
Telp/fax. 021-8590-4493
Mobile : 08778-105-1905
Pin BB : 27B89DFC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar